Kisah Nyata Dinda: Anak Petani Lolos ke Universitas Indonesia Berkat Semangat Belajar
Kisah Nyata Dinda: Anak Petani Lolos ke Universitas Indonesia
Dari belajar di pos ronda hingga lolos SNBT ke Fakultas Psikologi UI. Perjalanan inspiratif siswa desa membuktikan bahwa mimpi bisa jadi nyata jika tidak menyerah.
Di desa kecil di Brebes, Jawa Tengah, Dinda Maharani tumbuh sebagai anak sulung dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang buruh tani harian, dan ibunya membuka warung kecil di teras rumah. Rumah mereka berdinding papan, dengan lantai semen yang dingin dan bocor saat hujan turun. Dinda tidak pernah memiliki meja belajar pribadi. Ia belajar di atas tikar dengan cahaya seadanya.
Namun, dari kecil, Dinda selalu dikenal sebagai anak yang tekun dan cerdas. Di SD ia selalu juara kelas. Di SMP, ia mulai mengenal dunia luar lewat buku-buku pinjaman dari perpustakaan sekolah dan guru-guru yang peduli. Di sinilah Dinda pertama kali membaca tentang Universitas Indonesia — kampus impian para pelajar Indonesia.
“Aku gak tahu persis kenapa UI. Tapi waktu itu aku baca cerita tentang mahasiswa UI yang bisa sekolah ke luar negeri, dan aku langsung bilang ke diri sendiri: ‘Aku juga harus bisa sampai ke sana.’”
Masa Sulit di SMA
Ketika masuk SMA Negeri 1 Brebes, Dinda makin serius belajar. Namun di kelas 11, cobaan besar datang: ayahnya divonis gagal ginjal dan tidak bisa bekerja. Penghasilan keluarga nyaris nol. Ibunya mulai berjualan gorengan keliling dengan sepeda pinjaman tetangga.
Di masa itu, Dinda sempat hampir berhenti sekolah.
“Aku malu bilang ke guru, karena uang SPP aku nunggak dua bulan. Tapi guru BK waktu itu datang ke rumah, dan bilang, ‘Kamu jangan berhenti, Din. Kami bantu semampunya.’ Itu yang buat aku kuat lagi.”
Dinda kemudian memutuskan untuk belajar mandiri sepenuhnya. Ia tidak punya uang untuk bimbel, jadi ia mengandalkan:
- Buku-buku bekas dari kakak kelas
- Video UTBK di YouTube gratis
- Grup Telegram latihan soal
- Latihan dari situs-situs pendidikan seperti soal TPA sebagai salah satu kunci sukses Dinda
Ia membuat jadwal belajar pribadi, lengkap dengan waktu review soal dan latihan UTBK mingguan. Kadang ia tidur jam 1 pagi hanya karena harus mengejar bab Fisika yang belum ia pahami. Di rumahnya, listrik sering padam karena menunggak — jadi Dinda belajar di masjid desa atau pos ronda dengan membawa senter.
Motivasi Tak Pernah Padam
Ketika teman-temannya mulai meragukan mimpi mereka, Dinda tetap percaya.
“Aku tahu mungkin bodoh bermimpi ke UI dari desa seperti ini. Tapi aku lebih takut menyesal karena menyerah.”
Ia tidak hanya belajar sendiri, tapi juga mengajari 4 teman sekelasnya yang sama-sama tidak mampu ikut bimbel. Mereka saling menyemangati, saling membuat soal, dan bahkan membuat try out sederhana seminggu sekali.
Salah satu panduan yang Dinda gunakan adalah tips belajar kelas 12 agar tetap terjadwal dan tidak burnout.
Ketika UTBK tiba, Dinda berangkat ke kota sendiri naik bus umum. Ia hanya membawa bekal nasi bungkus dan air minum dalam botol bekas. Ia mengerjakan soal dengan tangan dingin, tapi penuh semangat.
“Aku bilang ke diri sendiri: Ini satu-satunya tiketku keluar dari kemiskinan.”
Momen yang Mengubah Hidup
Hari pengumuman UTBK tiba di bulan Juni 2025. Dinda membuka laptop pinjaman dari sekolah, ditemani ibu dan adik-adiknya. Ia mengisi nomor peserta dengan tangan gemetar. Dan saat layar menampilkan:
“Selamat! Anda dinyatakan lulus di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.”
Ia menangis, jatuh sujud, dan tak bisa berkata-kata. Ibunya pun ikut menangis dan memeluk Dinda erat-erat. Tangis bahagia, bukan karena nama besar kampusnya, tapi karena mimpi itu akhirnya jadi nyata.
Tak hanya itu. Karena prestasinya, Dinda juga mendapat beasiswa KIP-Kuliah penuh, termasuk biaya hidup dan laptop baru. Kini, ia tinggal di asrama UI dan aktif di organisasi mahasiswa, membimbing adik kelasnya yang juga berasal dari daerah 3T.
Dinda adalah salah satu siswa yang mengikuti jalur masuk yang ditempuh Dinda melalui seleksi nasional berbasis tes (SNBT).
π Pelajaran dari Perjalanan Dinda
- Kamu tidak butuh uang banyak untuk bermimpi besar.
- Tidak semua orang punya fasilitas, tapi semua orang bisa belajar dengan sungguh-sungguh.
- Gagal bukan karena kamu miskin, tapi karena kamu menyerah terlalu cepat.
“Aku ingin buktiin ke semua orang di kampungku: anak desa juga bisa masuk UI. Dan kalau aku bisa, kamu juga bisa.”
✨ Dan Sekarang, Giliran Kamu
Apa pun kondisimu sekarang, ingat: mimpi itu milik siapa saja. Mungkin sekarang kamu belum punya laptop sendiri, belum ikut bimbel, atau belum bisa bayar uang sekolah. Tapi kalau kamu tidak menyerah, terus belajar, dan percaya pada diri sendiri, kamu bisa menulis cerita luar biasa seperti Dinda.
Tinggal kamu pilih: ikut menyerah, atau jadi bukti bahwa kamu mampu melawan keadaan.
Komentar
Posting Komentar